Wednesday, August 26, 2009

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN BATUBARA

Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama, disamping dipengaruhi faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu, terutama ditinjau dari segi fisika, kimia, maupun biologis. Dikenal serangkaian faktor yang akan berpengaruh dan menentukan terbentuknya batubara (Sukandarrumidi, 1995) yang antara lain adalah :

III.1 Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya – gaya tektonik lempeng. Adanya gaya – gaya tektonik ini akan mengakibatkan cekungan sedimentasi menjadi lebih luas apabila terjadi proses penurunan dasar cekungan atau menjadi lebih sempit apabila terjadi proses penaikan dasar cekungan. Proses tektonik dapat pula diikuti oleh perlipatan perlapisan batuan ataupun patahan. Apabila proses yang disebut terakhir ini terjadi, satu cekungan sedimentasi akan dapat terbagi menjadi dua atau lebih sub cekungan sedimentasi dengan luasan yang relatif kecil. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran lapisan (seam) batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan sedimentasi batubara terbentuk atau terakumulasi terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.



Gambar Cekungan pengendapan batubara pada zona tumbukan

II.2 Topografi (Morfologi)
Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan daerah yang relatif tersedia air. Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Makin luas daerah dengan topografi relatif rendah, maka makin banyak tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak terdapat bahan pembentuk batubara. Apabila keadaan topografi daerah ini dipengaruhi oleh gaya tektonik, baik yang mengakibatkan penaikan ataupun penurunan topografi, maka akan berpengaruh pula terhadap luas tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan pembentuk batubara. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran batubara berbentuk seperti lensa. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.

III.3 Pengaruh Iklim
Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah beriklim tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun disamping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan tempat yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman dengan timbulnya faktor kelembaban. Di daerah beriklim tropis hampir semua jenis tanaman dapat hidup dan berkembang baik. Oleh karenanya, di daerah yang mempunyai iklim tropis pada masa lampau, sangat dimungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya daerah yang beriklim sub tropis mempunyai penyebaran endapan batubara relatif terbatas. Kebanyakan luas tanaman yang keberadaannya sangat ditentukan oleh iklim akan menentukan penyebaran dan ketebalan lapisan (seam) batubara yang nantinya akan terbentuk. Hasil pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7 – 9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai sekitar 5 – 6 m dalam selang waktu yang sama.

III.4 Penurunan
Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis, artinya dasar cekungannya akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan yang dipengaruhi akibat dari gaya – gaya tektonik. Apabila proses penurunan dasar cekungan sedimentasi lebih sering terjadi, akan terbentuk penambahan luas permukaan tempat tanaman mampu hidup dan berkembang. Selain itu, penurunan dasar cekungan akan mengakibatkan terbentuknya batubara yang cukup tebal. Makin sering cekungan sedimentasi mengalami proses penurunan, batubara yang terbentuk akan makin tebal. Di Indonesia, batubara yang mempunyai nilai ekonomis terdapat pada cekungan sedimentasi yang berumur tersier, dengan luasan ratusan hingga ribuan hektar, terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan. Kenyataan tersebut memberikan pola pikir pada kita bahwa cekungan sedimentasi di kedua pulau tersebut, proses penurunan dasar cekungan lebih sering terjadi, sehingga suatu hal yang wajar apabila ketebalan endapan batubara di kedua pulau tersebut dapat mencapai ratusan meter.

III.5 Umur Geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Di samping itu, faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara.
Zaman Karbon (kurang lebih berumur 350 juta tahun yang lalu), diyakini merupakan awal munculnya tumbuhan – tumbuhan di dunia untuk pertama kali. Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi di dunia selama sejarah geologi berlangsung, luas daratan tempat tanaman hidup dan berkembang biak, telah mengalami proses coalification cukup lama. Jenis batubara ini pada umumnya terdapat di daerah benua seperti Australia, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.
Di Indonesia, batubara didapatkan pada cekungan sedimentasi yang berumur Tersier (kurang lebih berumur 70 juta tahun yang lalu). Dalam hitungan waktu geologi, 70 juta tahun yang lalu masih dianggap terlalu muda apabila dibandingkan dengan jaman Karbon. Batubara yang terdapat di cekungan sedimentasi di pulau Sumatra dan Kalimantan belum mengalami proses coalification sempurna. Hal ini akan berakibat mutu batubara yang didapatkan di kedua pulau tersebut belum mempunyai kualitas baik, masih tergolong pada jenis bitumina, belum sampai pada jenis antrasit (yang dianggap rank batubara tertinggi). Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa makin tua lapisan batuan sedimen yang mengandung batubara, makin tinggi rank batubara yang akan diperoleh.

III.6 Tumbuh – Tumbuhan (Vegetasi)
Present is the key to the past, merupakan salah satu konsep geologi yang mampu menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan semula yang merupakan bahan utama pembentuk batubara. Arang kayu yang diproses dari kayu yang keras akan mempunyai mutu yang relatif lebih baik dibandingkan apabila arang kayu tersebut diproses dari kayu yang relatif lunak. Bertitik tolak pada analogi, batubara yang terbentuk dari tanaman keras dan berumur tua akan lebih baik dibandingkan dengan batubara yang terbentuk dari tanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim. Didapatkannya batubara di Indonesia khususnya di pulau Sumatra dan Kalimantan (kebanyakan dari jenis bitumina) dalam jumlah yang cukup besar, memberikan gambaran pada kita bahwa selama zaman Tersier di kedua pulau tersebut merupakan daerah hutan tanaman dengan jenis tumbuhan yang bervariasi, tetapi didominasi oleh tanaman keras. Peat, dikenal juga sebagai gambut yang didapatkan di pulau Kalimantan dan Sumatra terbentuk dari tanaman semak dan rumput, dikenal merupakan jenis batubara rank rendah. Dari uraian tersebut di atas, disimpulkan makin tinggi tingkatan tumbuhan (dalam sistematika taksonomi) dan makin tua umur tumbuhan tersebut, apabila mengalami proses coalification, akan menghasilkan batubara dengan kualitas baik.
Jenis – jenis tumbuhan pembentuk batubara beserta umurnya adalah sebagai berikut (Diessel, 1981 dalam Budihardjo, 2006) :
Algae (organisme autotropik), berasal dari Zaman Pre – Kambrium hingga Zaman Ordovisium dan memiliki sel tunggal, sedangkan keterdapatan endapan batubara pada periode ini sangat sedikit.
Silofita, merupakan turunan dari algae, berasal dari Zaman Silur hingga Zaman Devon Tengah, sedangkan keterdapatan endapan batubara pada periode ini sedikit.
Pteridofita (tumbuhan paku), sifat tumbuh – tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak melalui spora dan tumbuh di iklim hangat. Berasal dari Zaman Devon Atas hingga Zaman Karbon Atas. Materi pembentuk utama berumur Karbon.
Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka), berasal dari Zaman Permian sampai dengan Zaman Kapur Tengah. Tumbuhan bersifat heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) yang tinggi.
Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup), berasal dari Zaman Kapur Atas sampai dengan sekarang. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah jika dibandingkan dengan gymnospermae sehingga secara umum kurang dapat terawetkan.

III.7 Dekomposisi
Proses dekomposisi pada tumbuhan merupakan bagian dari transformasi biokimia pada bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang proses alterasi. Selama proses pembentukan gambut (yang merupakan tahap awal dalam proses pembentukan batubara), sisa tumbuhan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi sebagai akibat kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Jenis bakteri ini bekerja dalam suasana/kondisi tanpa oksigen, menghancurkan bagian lunak dari tumbuhan seperti cellulose, protoplasma dan karbohidrat. Proses tersebut membuat kayu berubah menjadi lignit dan bitumina.
Selama proses biokimia berlangsung, dalam keadaan kekurangan oksigen (kondisi reduksi). Berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon (C) akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), dan metana (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon (C) akan bertambah dibandingkan dengan unsur lainnya. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Apabila tumbuhan yang telah mati tertutup oleh air dan sedimen berbutir halus dengan cepat, maka akan terhindar dari proses pembusukan, dan terjadilah proses disintegrasi atau penguraian oleh mikroba anaerobic. Di lain pihak apabila tumbuhan yang telah mati terlalu lama di udara terbuka, kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, hanya bagian tumbuhan yang keras saja tertinggal, sehingga menyulitkan penguraian lebih lanjut oleh bakteri.

III.8 Sejarah Sesudah Pengendapan
Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan batubara salah satu faktor di antaranya ditentukan oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap posisi geotektonik. Makin dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap posisi geotektonik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan letak batubara berada. Selama waktu itu pula proses geokimia dan metamorfisme organik akan ikut berperan dalam mengubah gambut menjadi batubara. Apabila dinamika geotektonik memungkinkan terbentuk perlipatan pada lapisan batuan yang mengandung batubara, dan terjadi pensesaran, proses ini akan mempercepat terbentuknya batubara dengan rank yang lebih tinggi. Proses ini akan dipercepat apabila dalam cekungan atau berdekatan dengan cekungan tempat batubara tersebut berada terjadi proses intrusi magmatis. Panas yang ditumbulkan selama terjadi proses perlipatan, pensesaran, ataupun proses intrusi magmatis, akan mempercepat terjadinya proses coalification atau sering disebut sebagai proses permuliaan batubara. Hasil akhir dari proses ini mengakibatkan terbentuk batubara dengan kadar karbon (C) cukup tinggi dengan kandungan air (H2O) yang relatif rendah.

III.9 Struktur Cekungan Batubara
Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, hingga mencapai ratusan hingga ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi akibat dari gaya tektonik. Cekungan akan mengalami gaya deformasi lebih hebat apabila cekungan tersebut berada dalam satu sistem geoantiklin atau geosinklin. Akibat gaya tektonik yang terjadi pada waktu – waktu tertentu, batubara bersama dengan batuan sedimen yang merupakan perlapisan diantaranya akan terlipat dan tersesarkan. Proses perlipatan dan pensesaran tersebut akan menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan akan berpengaruh pada proses metamorfosis batubara, dan batubara akan menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah – patah, akan semakin banyak perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang mengandung batubara. Oleh sebab itu, pencarian batubara bermutu baik diarahkan pada daerah geosinklin atau geoantiklin, karena di kedua daerah tersebut diyakini kegiatan tektonik berjalan cukup intensif.

III.10 Metamorfosis Organik
Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Apabila telah terjadi proses penimbunan, proses degradasi biokimia tidak berperan lagi, tetapi mulai digantikan dan didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen, dan senyawa kimia lainnya antara lain CO, CO2, CH4, serta gas lainnya. Di pihak lain terjadi pertambahan persentase karbon (C), belerang (S), dan kandungan abu. Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal, atau karena tektonik. Waktu ditunjukkan, bilamana bahan utama pembentuk batubara mulai bergradasi. Makin lama selang waktu semenjak saat mulai bergradasi hingga berubah menjadi batubara, makin baik mutu batubara yang diperoleh. Faktor – faktor tersebut mengakibatkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses ini akan mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan kimia, fisika, dan tampak pula pada sifat optiknya.
(Stach, 1982 dalam Tirasonjaya, 2004) secara umum pembentukan lapisan batubara terklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu diantaranya adalah :

a.Evolusi Perkembangan Flora
Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari algae dan fungi. Sedangkan pada Zaman Devon Bawah dan Atas, batubara yang rata - rata berasal dari zaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis (3 - 4 m) dan tidak mempunyai nilai ekonomis.
Pada Zaman Karbon Atas, tumbuhan memiliki bentuk fisik yang tinggi hingga mencapai ketinggian lebih dari 30 m namun belum seberagam pada saat ini. Zaman Karbon Atas ini dikenal sebagai periode bituminous coal.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada Masa Karbon, tumbuhan pada Zaman Mesozoik terutama Zaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit gambut (peat) yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya.
Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe batubara yang dihasilkan.

b. Iklim
Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam. Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Karbon Atas, Kapur Atas dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada daerah Hemisphere Selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapkan pada iklim yang sedang hingga dingin.
Lapisan batubara yang terendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang terendapkan pada iklim basah.

c. Paleogeografi dan Setting Tektonik
Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah sedimentasi. Pembentukan peat (gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun di atas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan pesisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat (shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralik (sea coast) dan limnik (inland) adalah berbeda.
Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk di luar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari proses regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.
Back swamps terbentuk di belakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, peats (gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Deposit gambut hanya dapat terawetkan pada daerah kontak (subsidence). Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan yang besar.
Sikuen sedimen yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara (<2 m) dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari lapisan marine adalah karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar. Cyclothem adalah perulangan antara gambut dengan sedimen anorganik dan sekuen ini sering berulang.
Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki karakter antara lain adalah terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.

2 comments: