Sunday, March 15, 2009

STUDI DAMPAK GERAKAN TANAH DAERAH GOMBEL LAMA DAN TINJOMOYO

ABSTRAK
Armandho, dkk. 2008. Studi Dampak Gerakan Tanah Daerah Gombel Lama dan Tinjomoyo. Makalah. Program Studi teknik Geologi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro.
Di Semarang sering terjadi longsoran pada jaringan jalan, jaringan pengairan dan jaringan permukiman. Longsoran tersebut sering mengakibatkan kematian maupun kerusakan tempat tinggal, untuk itu diperlukan penanganan khusus dalam menghadapi bencana tanah longsor ini.
Daerah di Semarang yang sering mengalami longsoran adalah daerah Gombel lama dan Tinjomoyo. Longsoran didaerah tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain kondisi geologi, morfologi, litologi, iklim dan aktivitas manusia. Tercatat tahun 2002 dan 2006 terjadi longsoran besar didaerah tersebut dan menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar.
Kondisi geologi pada daerah tersebut terletak didaerah yang memiliki kelerengan yang curam sehingga bidang gelinciran dari tanah tersebut semakin besar. Litologi daerah tersebut terdiri dari batulempung, batulanau dan breksi vulkanik, dimana posisi breksi vulkanik terletak diatas batulempung sehingga membebani lempung dan akibatnya lempung akan lebih mudah untuk tergelincir. Aktivitas manusia yang membebani daerah rawan longsor tersebut dengan membangun rumah bahkan hotel membuat daerah tersebut semakin berbahaya.
Untuk meminimalisir terjadinya longsoran pada daerah tersebut dapat dilakukan dengan metode-metode geologi teknik, khususnya dalam merekayasa kondisi lahan tersebut, misalnya dengan mengendalikan air permukaan, ataupun dengan memperkuat daya ikat tanah.
Kata kunci : gerakan tanah, dampak, mitigasi, penyebab

Gerakan Tanah di Daerah gombel lama dan Tinjomoyo
Berdasarkan hasil pengamatan kami menemukan beberapa bukti bahwa pada daerah pengamatan sering terjadi gerakan tanah, berikut adalah bukti-buktinya :
STA 1 berlokasi di Bendan Dhuwur, dekat UNIKA. Lokasi ini dibagi menjadi dua lokasi pengamatan yaitu lokasi pengamatan 1 (LP 1), dan lokasi pengamatan 2 (LP 2). Proses denudasi yang terjadi disini adalah degradasi yang didorong oleh transport, yaitu proses perpindahan bahan rombakan terlarut dan tidak terlarut karena erosi dan gerakan tanah. Pada daerah pengamatan proses yang dominant adalah adanya gerakan tanah. Gerakan tanah ini terjadi karena adanya perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar atau miring dari kedudukan semula. Hal ini terjadi karena ada gangguan kesetimbangan pada saat itu. Berikut adalah hasil analisa dari data pengamatan saat di lokasi :

a. LP 1
Daerah ini sering mengalami amblesan, walaupun sering diperbaiki (diaspal kembali) namun akan kembali lagi rusak. Amblesan ini terjadi karena adanya gerakan ke arah bawah yang relatif tegak lurus, yang menyangkut material permukaan tanah atau batuan tanpa gerakan ke arah mendatar dan tidak ada sisi yang bebas. Dapat disebabkan karena terlampau berat beban dan daya dukung tanah kecil. Juga bisa karena pemompaan air tanah jauh melampaui batas, sehingga pori-pori yang tadinya terisi oleh air tanah akan mampat.
Garis kuning putus-putus tersebut sengja ditandai oleh petugas karena daerah tersebut sering ambles. Kemudian di sisi kanan jalan terdapat creep berupa tiang miring. Creep ini merupakan aliran massa (tanah) batuan yang ekstrim lambat, tidak dapat dilhat, hanya akibatnya akan tampak seperti tiang listrik, pohon bengkok. Pada LP 1 hanya ditemukan adanya tiang miring.

b. LP 2
Daerah ini dekat dengan LP 1 pada STA1. Kenampakan yang dapat kita lihat adalah adanya jalan yang patah. Jalan di LP 2 ini sering mengalami patah atau putus yang amat parah, sehingga bisa menyebabkan kecelakaan apabila dilewati oleh sepeda motor.
Patahan ini terjadi karena nendatan (slump) yaitu adanya pergerakan massa tanah atau massa batuan yang gerakannya terputus-putus atau tersendat-sendat dari massa tanah atau batuan ke arah bawah dalam jarak yang relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan kecepatan ekstrim lambat.
Litologi pada STA 1 ini adalah breksi, lempung, dan lanau. Tata guna lahannya untuk warung, toko-toko, sarana transpotasi darat, perkebunan (biasanya pisang), dan pemukiman.
Dari hasil penelitian tersebut dilakukan analisis data yang telah didapat dilapangan, yaitu daerah pengamatan merupakan daerah yang memiliki pergerakan tanah yang cukup dominan, ini ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti pergerakan tanah. Creep dapat dibuktikan dari adanya tiang listrik yang miring, hal ini semakin diperkuat oleh kondisi jalan raya disekitar tiang listrik tersebut bergelombang, hal ini menunjukkan adanya rayapan tanah pada daerah tersebut.
Lokasi rawan longsor cukup banyak dijumpai pada daerah tersebut, hal ini dapat dilihat dari hasil tumpukan material lepas sedimen yang terakumulasi dibawah lereng, hal ini menunjukkan bahwa material lepas tersebut merupakan produk dari longsoran itu sendiri.
Dari pengamatan kondisi geologi pada daerah tersebut didapatkan hasil yaitu terdapatnya gejala adanya sesar, hal ini semakin diperkuat oleh data sekunder yang kami peroleh. Sesar tersebut diasumsikan berarah barat-timur dan menerus kearah tenggara. Dengan adanya struktur sesar pada daerah tersebut, bisa dipastikan bahwa daerah itu memang sangat rawan longor. Zona sesar merupakan zona yang lemah, dimana batuan pada bidang sesar tersebut memiliki daya ikat yang lemah, sehingga ikatan antar partikel batuan akan sangat mudah untuk terlepas dan ketika ikatan itu terlepas maka sejumlah material sedimen yang terlepas tadi akan tergelincir kebawah dan mengakibatkan terjadinya longsoran.
Dari pengamatan geomorfologi daerah penelitian didapati hasil yaitu terjadinya proses denudasi yang cukup dominan, hal ini dilihat dari adanya pelapukan batuan, longsoran, dan rayapan. Tata guna lahan di daerah penelitian banyak digunakan sebagai permukiman penduduk, lapangan golf, bahkan terdapat pula hotel yang didirikan diatas bukit yang rawan longsor. Vegetasi pada daerah tersebut sudah banyak dipangkas untuk kebutuhan permukiman penduduk, sehingga akar tanaman yang berfungsi untuk mengikat partikel tanah dan mengontrol kandungan air dalam tanah tidak bisa menjaga tanah agar tetap kuat. Tanah memiliki daya dukung dimana tanah akan tetap bisa bertahan dan tidak mengalami longsoran, tetapi ketika tanah tersebut berada pada kelerengan yang cukup curam, kondisi litologi batuan yang tidak terlalu kuat maka daya dukung tanah tersebut akan berkurang. Inilah yang terjadi pada daerah gombel lama dan tinjomoyo, dimana daya dukung tanah yang tidak terlalu stabil dibebani oleh bangunan-bangunan penduduk, sehingga tanah tidak kuat menahan beban dan runtuhlah tanah tersebut sebagai longsoran.
Dari pengamatan litologi didapati hasil yaitu batuan penyusun daerah tersebut didominasi oleh batulempung dan breksi vulkanik. Kontak antara batuan yang berbeda dansitas tersebut mengakibatkan terjadinya longsoran jenis gelinciran (slide) ataupun jenis robohan.(falls). Penyebaran longosran pada daerah gombel lama sejajar arah kontak antara dua batuan tersebut, yaitu umumnya berarah baratdaya. Berdassarkan analisis mineral lempung tersebut, didapati hasiil yaitu batulempung mengandung mineral kaolin, kuarsa dan montmorilonit, dimana mineral-mineral tersebut merupakan minral yang mudah mengembang (swelling). Mekanisme terjadinya longsoran dapat diasumsikan sebagai berikut, yaitu terjadinya penjenuhan air tanah pada breksi vulkanik, hal ini disebabkan oleh sifat batulempung yang immpermeable tidak dapat dilalui oleh air tanah, sehingga air tanah terakumulasi pada breksi vulkanik. Breksi vulkanik yang telah jenuh dengan air akan bertambah beratnya sehingga pembebanan terhadap batulempungpun bertambah. Kemiringan lereng yang curam mempercepat terjadinya runtuhan breksi vulkanik ataupun longsoran batulempung.
Dari pengamatan dilapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim pasti akan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam hal terjadinya longsoran, dimana pada musim penghujan dipastikan kandungan air tanah akan bertambah dan hal tersebut dapat mempercepat terjadinya longsoran. Aktivitas manusia seperti mendirikan bangunan diatas daerah rawan longsor juga merupakan percepatan dari terjadinya longsoran tersebut.

Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Dari sekian banyak penyebab terjadinya longsoran di daerah Gombel lama dan Tinjomoyo, maka dapat dilakukan analisa dalam hal mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Mitigasi bencana yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Relokasi Penduduk
Salah satu penyebab terjadinya longsoran adalahadanya pembebanan tanah yang berlebihan yang diakibatkan oleh banyaknya rumah penduduk yang dibangun diatas daerah rawan longsor, sehingga untuk mengatasi hal tersebut pemerintah harus bertindak serius untuk merelokasi penduduk yang ada pada daerah tersebut. Merelokasi penduduk bukan perkara mudah, dari hasil wawancara dengan penduduk setempat, mereka mengaku bahwa mereka tidak ingin pindah karena tidak ada biaya. Agar kedua belah pihak tidak merasa saling dirugikan maka sudah selayaknyalah pemerintah memberikan ganti rugi yang layak untuk penduduk setempat.

Memperkuat Struktur Tanah
Untuk melakukan hal tersebut ilmu geologi rekayasa sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan merekayasa semaksimal mungkin untuk bisa menjadikan struktur tanah yang lepas tadi menjadi erat kembali. Penguatan struktur tanah dapat dilakukan dengan membangun konstruksi penahan longsor yang terdiri dari timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelatpelat baja strip dan panel untuk menahan material berbutir. Konstruksi ini umumnya ditempatkan pada bagian ujung kaki lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah bidang gelincir.

Mengendalikan Air Permukaan
Air permukaan mempercepat terjadinya erosi permukaan sehingga batuan mudah longsor. Ilmu geologi rekayasa juga dibutuhkan disini, dimana denga kemampuan geologi kita dapat melakukan penyemenan pada pori-pori tanah yang porous sehingga tanah tidak tidak mudah dimasuki air. Penanaman tumbuhan juga bisa dilakukan untuk menyerap air permukaan yang berlebihan. Lekukan yang terdapat di sepanjang lereng juga harus dipotong atau diisi dengan semen agar tidak terjadi genagan air disana.

2 comments: